Perlunya Peneliti Menjadi Buzzer di Media Sosial
BLAJ - Di era digital ini para peneliti, akademisi dan para pakar harus menjadi buzzer di media sosial untuk mengimbangi dampak sosial dari buzzer awam. Hal ini dikatakan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wahyudi Akmaliyah dalam acara Bedah Buku “Politik Sirkulasi Budaya Pop” di Jakarta, Senin (16/09).
“Para peneliti, akademisi dan pakar sangat penting untuk terlibat di media sosial. Sayangnya mereka kurang men-share hasil pemikirannya di media sosial. Perlu juga bagi akademisi memiliki ketekunan meladeni interaksi para followernya. Sehingga pemikiran dan hasil penelitian mereka bisa diketahui publik secara luas,” ujar Wahyudi di depan sekitar 75 peserta bedah buku yang diselenggarakan oleh Balai Litbang Agama Jakarta ini.
Wahyudi yang juga penulis buku “Politik Sirkulasi Budaya Pop” ini mengatakan para peneliti, akademisi dan para pakar masih banyak yang kurang aktif di media sosial dan tidak populer dunia maya karena kesibukannya. Mereka biasanya menuliskan pendapatnya biasanya bukan lewat medsos tetapi dalam jurnal, opini di media cetak dan semacamnya.
Tumbuhnya media sosial (medsos) di internet itu memunculkan figur-figur baru yang dalam bahasa medsos disebut sebagai micro-celebrity, mereka ini lah yang namakan buzzer. Mereka ini umumnya memiliki followers yang banyak dan selalu merespon berbagai macam issu kemudian didengarkan oleh followers-nya. Semakin banyak followers pengaruhnya semakin luas.
“Karena para peneliti atau akademisi kurang aktif mempublikasikan hasil pemikirannya di media sosial, akhirnya banyak masyarakat yang lebih percaya pada buzzer yang memiliki banyak followers meskipun secara keilmuan dan kompetensinya diragukan. Dan ini sangat berbahaya,” lanjut Wahyudi.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Balai Litbang Agama Jakarta Nurudin mengatakan era digital ini semua harus siap untuk mengikuti segala perkembangan trend serta update yang terjadi di dunia online. Perubahan dan perkembangan ini terjadi sangat cepat, bahkan bisa terjadi tanpa kita sendiri menyadari telah terjadi perubahan tersebut.
“Strategi publikasi ilmiah yang populer berpotensi memiliki manfaat yang lebih luas dari sisi penikmat atau pembacanya. Balai Litbang Agama Jakarta sudah mulai mendigitalisasi semua produk penelitiannya. Termasuk buku-buku dan jurnal ilmiah, hal ini untuk memudahkan masyarakat mengakses,” ujar Nurudin.