Menguak Tradisi Keagamaan dalam Manuskrip Cirebon
  • 17 Februari 2020
  • 807x Dilihat
  • Berita

Menguak Tradisi Keagamaan dalam Manuskrip Cirebon

BLAJ - Budaya, adat, dan tradisi keagamaan lokal di sebuah provinsi menjadi salah satu daya tarik turis lokal maupun mancanegara  untuk datang melihatnya. Sedangkan bagi para pemerhati, akademis dan  peneliti, keberadaan  budaya atau tradisi bernuansa keagamaan lokal menjadi sebuah objek keilmuan yang dapat mengungkap sejarah, informasi dan ilmu pengetahuan lainnya sehingga dapat dimanfaatkan  masyarakat luas.

 

 

 

 

foto: Manuskrip Serat Murtasiyah yang ditransliterasi dan diterjamahkan oleh Muhammad Mukhtar Zaedin dan diterbitkan oleh Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Cirebon.

Cirebon sebagai salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki banyak budaya, adat, dan tradisi bernuansa keagamaan juga menyimpan banyak bukti-bukti sejarah dalam bentuk fisik, seperti; masjid, keraton, makam, dan pesantren. Ragam budaya, adat, dan tradisi bernuansa keagamaan tersebut tidak hadir begitu saja. Ada yang bersumber  dari tradisi lisan turun temurun, ada pula yang tertulis dalam manuskrip. Rakhmat Hidayat pengolah data kebudayaan, Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon menyampaikan bahwa secara kuantitatif ragam budaya, adat, dan tradisi belum dapat dipastikan jumlahnya.  Hal ini disebabkan karena banyak tradisi yang lahir  dari keraton maupun masyarakat Cirebon. Nah, manuskrip yang ada di masyarakat ini yang susah diidentifikasi keberadaanya.

 

 

 

 

 

 

foto: Wawancara dengan pihak Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon

Manuskrip-manuskrip yang  menguak  budaya, adat, dan tradisi bernuansa keagamaan menjadi ilmu lain yang penting untuk dikaji. Kajian tentang manuskrip dapat membuktikan bahwa warisan leluhur terpelihara sesuai dengan pesan moral yang dapat digunakan oleh generasi penerus. “Begitu banyak manuskrip Cirebon yang disinyalir berhubungan erat dengan budaya, adat, dan tradisi-tradisi bernuansa keagamaan baik yang menjadi event kolosal pemerintah kota Cirebon maupun yang masih dilaksanakan oleh kelompok-kelompok kecil masyarakat di Cirebon,” ujar Muhammad Mukhtar Zaedin, pemerhati dan budayawan Cirebon.

Pola ritual budaya, adat, dan tradisi-tradisi bernuansa keagamaan Cirebon yang berhubungan erat dengan manuskrip berdasarkan penuturan kolektor dan praktisi manuskrip Cirebon, drh. H.R. Bambang Irianto, BA, antara lain terdapat pada (1) ritual pengobatan tradisional yang racikan dan dosis obat serta bacaan rajah (mantra) tertulis dalam manuskrip. (2) Acara ruwatan untuk mengusir bala (sial) dengan membacakan mantra-mantra dari manuskrip oleh dalang yang dikemas dalam bentuk pagelaran wayang. (3) Khutbah Jum’at yang dilaksanakan di masjid Agung Sang Cipta Rasa Keraton Cirebon disinyalir bahwa teks khutbah merupakan representasi dari manuskrip yang ditulis oleh pihak Keraton. Meski belum ditemukan manuskripnya, isi khutbah sudah ditentukan materinya untuk satu tahun sesuai hitungan kalender yang telah ditentukan oleh keraton. (4) Pembacaan manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani tarekat Qodariyah dalam tradisi Doa Qodiran di keraton Cirebon. (5) Tradisi Wetengan (Kota Cirebon) atau Nebus Weteng (Desa Cirebon Girang) atau Bobotan (Indramayu) atau Mitu/Memitu (populer di berbagai daerah) yang terdapat dalam manuskrip Serat Murtasiyah. Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur atas kehamilan istri/anak yang terdapat pesan moral dan nasihat untuk kebaikan ibu hamil, bayi dalam kandungan, dan keluarga.

 

 

 

 

 

 

foto: Diskusi peneliti dengan budayawan, kolektor, pemerhati, dan praktisi manuskrip Cirebon, drh. H.R. Bambang Irianto, Kota Cirebon

Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) pada 2020 melakukan penjajakan untuk menguak beberapa adat, budaya, dan tradisi yang berhubungan dalam manuskrip. Riset ini diharapkan dapat mengungkap keterkaitan antara adat, budaya, dan tradisi bernuansa keagamaan dengan manuskrip sebagai fakta tertulis yang menjadi bagian informasi mengenai pesan moral yang terkandung di dalamnya yang dapat bermanfaat bagi generasi penerus. (teks:Reza Roeslan/foto: Rita Sukma Dewi​)