Kepala Kanwil Kemenag Banten Harapkan Madrasah Jadi Ujung Tombak Pelestarian Tradisi Lisan
BLAJ - Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten Bazari Syam mengatakan, madrasah sebagai tempat berkembangnya kebudayaan Islam bisa menjadi ujung tombak pelestarian tradisi lisan, khususnya di wilayah Banten. Hal ini disampaikan Bazari Syam saat menghadiri kegiatan Pembahasan Draft Final Modul Pengembangan Lektur dan Khazanah Keagamaan di Serang, Banten, Jumat (22/11) lalu.
Menurutnya, kondisi tradisi lisan saat ini sangat memprihatinkan. Ada perubahan besar budaya yang mempengaruhi seni tradisi lisan dan perlu perhatian serius agar tradisi lisan tidak punah.
“Ada budaya yang luar biasa di Banten. Namun sayangnya generasi muda saat ini tidak begitu tertarik dengan tradisi lisan. Beberapa waktu lalu saya sudah launching seni silat Banten, tetapi tidak berkembang. Saya berharap betul ada upaya-upaya yang dilakukan untuk pelestarian tradis lisan di Banten, terutama melalui madrasah,” ujar Bazari Syam.
Selanjutnya di hadapan peneliti, pemerhati kesenian, perwakilan kepala sekolah dan guru MAN wilayah Serang, Tangerang, Cilegon, dan Pandeglang, Bahari mengatakan bila pelestarian dan kebudayaan asli daerah ini dapat berjalan, maka benih-benih kekerasan dan radikalisme di madrasah bisa dihindari.
Hal senada disampaikan peneliti dan akademisi UIN Sultan Maulana Hasanuddin Helmy Faizal Bahrul Ulumi. Menurutnya salah satu media yang paling memungkinkan sebagai pengenalan dan pelestarian tradisi lisan adalah sekolah. Artinya generasi muda sebagai siswa sekolah menjadi pintu masuk semua kebudayaan.
“Anak sekolah paling mudah disusupi hal-hal baru. Tapi bukan berarti tidak mau menerima kebudayaan tradisional. Mungkin kita bisa sesuaikan dengan konteks kekinian. Misalkan dikreasikan atau dipadukan dengan tari kontemporer atau modern. Agar anak-anak generasi milenial tertarik pada seni tradisi lisan ini,” papar Helmy.
“Bentuk kolaborasi antara seni modern dan tradisional ini juga bisa memicu kreativitas anak sekolah untuk menciptakan kreasi baru. Tentu saja dengan tidak mengubah esensi dan makna dari seni tradisional itu sendiri. Untuk pengembangan selanjutnya bisa melalui event, festival atau kegiatan seni di daerah masing-masing,” lanjut Helmy yang juga ketua lembaga pemerhati budaya Banten “Bantenologi”.
Menurut Helmy, ada tantangan tersendiri mengenalkan tradisi lisan pada generasi muda. Salah satunya karena tradisi lisan dianggap kuno dan masih erat dengan kegiatan ritual.
“Nah, untuk anak-anak sekarang, ritual-ritual jadi sesuatu yang aneh. Tradisi lisan memang tidak bisa berdiri sendiri. Pada kesenian tertentu ada rangkaian kegiatan sebelum acara dimulai ada ritual-ritual yang harus dilakukan sebelum memulai tarian. Tapi itu hanya dilakukan untuk upacara adat. Tidak semua menggunakan ritual,” ujarnya.
Helmy mengatakan, selain melalui sekolah, pelestarian tradisi lisan juga melalui pendokumentasian. Karena tradisi lisan diwariskan juga secara lisan jadi harus ada dokumentasi audio visual.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) ini berlangsung selama empat hari, 20-23 November 2019 di Hotel Horison Ultima Ratu, Serang.
Acara yang dihadiri sekitar 60 peserta ini dibuka oleh Kepala Balai Litbang Agama Jakarta Nurudin. Pada kegiatan ini juga ditampilkan beberapa seni tradisi lisan Banten, antara lain Kesenian Terebang Gede, Tari Cokek, dan Rampak Beduk. (Teks/foto: Aris W Nuraharjo)