Islam Rahmatan Lil Alamin Dari Iqra’ Menuju Hijrah
  • 6 Februari 2020
  • 1191x Dilihat
  • Opini

Islam Rahmatan Lil Alamin Dari Iqra’ Menuju Hijrah

Sejarah Agama Islam tidak bisa kita lepaskan dari tradisi kebahasan Arab (Sastra Arab), al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam (Muslim) merupkan ontologi wahyu yang berupa surat-surat dan ayat-ayat dengan tipologi bahasa ialah bahasa Arab. Hal tersebut menjadikan al-Qur’an sebagai bacaan seluruh umat Islam di berbagai penjuru dunia, yang disebabkan karena al-Qur’an merupakan kitab suci Agama Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang diyakini oleh umat Islam sebagai Nabi terakhir.

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT, yang diyakini oleh seluruh kalangan umat Islam (Muslim) di berbagai penjuru dunia sebagai Tuhan semesta alam, Tuhan yang telah menciptakan langit, bumi, dan segala isinya. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, al-Qur’an diturunkan dalam tradisi bangsa Arab, yang pada saat itu masyarakat Arab sangat membangga-banggakan sastra mereka (Sastra Arab).

Akan tetapi, bagaimana pun kualitas dari sastra Arab (syair-syair dengan bahasa dan sastra Arab), tidak akan bisa menandingin al-Qur’an sebagai kitab suci yang berbahasa Arab. Namun, yang perlu menjadi titik fokus kita di sini, ialah misi al-Qur’an diturunkan bukan sebagai pesaing bagi para sastrawan Arab dan sastra Arab. Sebagaimana yang dikatakan oleh sejarawan Mukhlisin Purnomo, misi diturunkannya al-Qur’an ialah sebagai pedoman hidup abadi bagi kehidupan manusia, yang kita kenal dengan nama rahmatan lil alamin.

Perintah pertama saat al-Qur’an diturunkan adalah perintah membaca yang disebutkan dari lafal surah al-‘Alaq. Dalam artian, Agama Islam pada dasarnya menganjurkan kepada umatnya untuk membaca. Perintah untuk membaca yang diserukan oleh al-Qur’an bukan hanya membaca kitab-kitab atau buku-buku. Akan tetapi, membaca tanda-tanda kebesaran Tuhan, sunnatullah yang bersifat tetap, realitas, dan juga membaca alam sekitar. Karena, hal tersebut merupak suatu metode untuk lebih dalam lagi mengenal Tuhan sang pencipta.

Selain dari beberapa hal yang telah dijabarkan di atas, sejarah Agama Islam juga tidak bisa kita lepaskan dari peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dari Makkah menuju Madinah yang sebelumnya bernama Yatsrib. Madinah merupakan sebuah peradaban yang dicita-citakan oleh Nabi Muhammad SAW, Madinah adalah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, ialah kota makmur yang direstui oleh Tuhan, yang secara sosiologis-geografis, masyarakat Madinah merupakan masyarakat yang bertipe agraris yang kemungkinan di antara mereka dapat terjalin hubungan sosialis yang solid dan harmonis, dan hal tersebut sesuai dengan ajaran dan misi Agama Islam. Sebab, masyarakat madinah sangat menghargai kebhinekan.

Hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah transpormasi sosial dari berbagai hal yang negatif menuju hal yang positif, dan Hijrah merupakan perjalanan yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan menuju keberhasilan dan kemajuan perdaban Islam. Oleh sebab itulah, mari kita maknai hijrah sebagaimana hijrah tersebut, hijrah yang dilakukan oleh sang Nabi, janganlah kita menggunakan kata hijrah untuk memperbodoh dan memecah belah umat.  (foto: dok. Istimewa/ muslim.or.id)

Oleh: Muhyidin Azmi, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Pascasarjana Aqidah dan Filsafat Islam)