Evaluasi Dampak Renstra Kemenag 2015 - 2019  Terhadap Peningkatan Mutu Raudhatul Athfal
  • 12 Februari 2020
  • 1244x Dilihat
  • Opini

Evaluasi Dampak Renstra Kemenag 2015 - 2019 Terhadap Peningkatan Mutu Raudhatul Athfal

Pada hakekatnya anak Indonesia memiliki hak akan jaminan hidup untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 28 B Ayat (2): Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, anak memerlukan stimulasi yang tepat bagi setiap potensi yang dimilikinya. Hal ini bisa diperoleh melalui pendidikan yang bermutu.

UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menghendaki peningkatan mutu pendidikan dilaksanakan secara terencana dan berkala. Akses pendidikan yang bermutu merupakan hak fundamental setiap warga Negara yang tidak dibatasi oleh status sosial, ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam pasal 31 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 dan Pasal 5 ayat 1 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan merupakan salah satu sasaran program dan kebijakan prioritas pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) tahun 2017-2030.

Raudhatul Athfal merupakan satuan pendidikan anak usia dini yang berada dalam pembinaan Kementerian Agama, keberadaannya setara dengan Taman Kanak-kanak (TK). Semua Raudhatul Athfal tidak ada yang berstatus negeri,  Sesuai dengan peraturan tentang otonomi daerah, agama merupakan salah satu urusan yang tidak diotonomikan. Berdasarkan data Kementerian Agama RI dalam angka tahun 2016 disebutkan bahwa jumlah Raudhatul Athfal (RA) sebanyak 27.999 lembaga dengan 1.231.101 siswa. Sedangkan berdasarkan data kemenag sebagaimana pada laman http://data.kemenag.go.id/statistik/lembaga/ra/akreditasi bila akreditasi sebagai ukuran minimal mutu pelayanan pendidikan, maka kondisi mutu RA sebagai berikut; 3.172 (5,93%) terakreditasi A, 11.132 (20,57%) terakreditasi B dan 4.282 (8,57%) terakreditasi C serta 37.950 atau 64,93% belum terakreditasi. Dari sejumlah RA yang ada, tidak ada satu pun RA yang berstatus negeri. Sementara terdapat guru PNS yang berjumlah 3.579 dan 114.617 yang berstatus Non PNS.

John L Hosp dan Daniel J. Reschly (2003; 68) mengungkapkan pendidikan pra sekolah sebagai bagian dari pendidikan khusus jarang kurang mendapatkan perhatian secara maksimal, sehingga berimbas pada mutu. Sardin (2016) lebih jauh mengungkapkan bahwa upaya perluasan dan peningkatan mutu layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia dihadapkan pada beberapa tantangan, di antaranya; kemiskinan, kondisi geografis, persepsi orang tua, infratruktur pendidikan, dan variasi program layanan yang terbatas. Selain itu menurut Farida (2015; 236) peningkatan mutu pendidikan bisa juga dengan melakukan penegerian madrasah-madrasah swasta yang merupakan wujud dari program pemerintah yang bersungguh-sungguh memperhatikan peningkatan perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan.

Lebih lanjut Suryana mengungkapkan bahwa layanan akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) menunjukan masih terbatas dan tidak merata. Dari sekitar 28,2 juta anak usia 0-6 tahun, yang memperoleh layanan PAUD adalah baru 7,2 juta (25,3%). Untuk anak usia 5-6 tahun yang jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru sekitar 2,63 juta anak (atau sekitar 32,36%) yang memperoleh layanan pendidikan di TK.

Dalam instansi Kementerian Agama terdapat Renstra Kemenag 2015-2019, didalamnya tidak spesifik menjangkau pemerataan kualitas Pendidikan Pra Sekolah/RA, sedangkan dalam turunan peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama sendiri, terdapat model bagaimana melakukan penegerian madrasah, yang didalamnya juga membahas peningkatan mutu raudhatul athfal, yaitu sebagaimana terdapat dalam Permenag No 14 tahun 2014 tentang penegerian madrasah.

Keberadaan pendidikan pra sekolah (RA) di lingkungan Kemenag, sejatinya masih dilematis, dan wajar kalua muncul pandangan, sikap dan kebijakan Pemerintah Daerah terhadap madrasah/pendidikan pra sekolah menjadi bervariasi, dari yang sepenuhnya lepas tangan, sampai dengan yang menganggap madrasah sebagai asset daerah yang sepenuhnya harus dibina seperti lembaga pendidikan yang lain. Menurut Nurudin (2017; 34) Kementerian Agama tugas utamanya adalah sektor agama menjalankan fungsi agama namun memiliki struktur di sektor pendidikan, melalui Dirjen Pendidikan Islam. Saepudin (2017; 164) bahkan mengungkapkan Raudhatul Athfal telah berkembang seiring kebutuhan masyarakat, sekalipun sampai sekarang Kementerian Agama belum menyelenggarakan RA percontohan atau pembina sebagaimana Taman Kanak-kanak di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam visi misi Kementerian Agama, terdapat indikator terkait pendidikan secara umum yaitu Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan umum berciri agama, pendidikan agama pada satuan pendidikan umum, dan pendidikan keagamaan. Lebih lanjut dalam Renstra 2015 -2019 disebutkan Peningkatan dan Pemerataan Akses dan Mutu Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan merupakan upaya memperluas jangkauan dan meningkatkan kapasitas pedidikan madrasah pada setiap jenjang pendidikannya sehingga dapat diakses dan diikuti oleh sebanyak mungkin masyarakat dari berbagai latar belakang.

Pembahasan

UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 28 menyatakan, bahwa Raudhatul Athfal adalah satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang berada di jalur formal sederajat dengan Taman Kanak-kanak. Sebagai sebuah lembaga pendidikan pada jalur formal, Raudhatul Athfal dituntut memenuhi standar pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang selanjutnya disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2013. Selain itu, berdasarkan pasal 35, UU No 20 tahun 2003 secara tidak langsung Sistem Pendidikan Nasional menghendaki peningkatan mutu pendidikan dilaksanakan secara terencana dan berkala. Peningkatan mutu pendidikan tersebut, didasarkan atas standar nasional yang digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan.

Data Kementerian Agama (2018) menunjukkan bahwa prosentase jumlah madrasah negeri di Indonesia hanya kurang dari 5% dari total populasi madrasah di Indonesia. Sedangkan salah satu alasan utama menegerikan madrasah adalah adanya kesepakatan dalam mentaati peraturan pemerintah secara langsung, dalam hal ini kebijakan Kementerian Agama. Dengan demikian, kebijakan pendirian dan penegerian madrasah merupakan salah satu instrumen kebijakan strategis dalam upaya menjamin percepatan layanan pendidikan yang bermutu di Madrasah, di samping opsi kebijakan penguatan dan pemberdayaan mutu pada madrasah swasta yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Dalam rangka mendukung visi pembangunan nasional sebagaimana telah disebut di atas, Visi Kementerian Agama 2015 -2019 adalah: terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, dan sejahtera lahir batin dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Sekilas visi tersebut nampak bahwasannya aspek pendidikan pra sekolah tidak tercakup, kecuali dalam frasa cerdas, dan sejahtera lahir batin. Tetapi apakah frasa tersebut mampu menjembatani peningkatan mutu pendidikan pra sekolah, tentunya jauh dari yang diharapkan, idealnya gambaran umum tentang tujuan pendidikan pra sekolah tercover juga dalam renstra, sehingga keseriusan pemerintah bukan hanya terukir dalam tinta putih semata, tetapi terealisasikan secara nyata ditengah masyarakat.

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka misi yang diemban Kementerian Agama salah satu yang terkait dengan pendidikan yaitu Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan umum berciri agama, pendidikan agama pada satuan pendidikan umum, dan pendidikan keagamaan. Kemudian lebih lanjut dalam Arah Kebijakan dan Strategi Bidang Pendidikan Melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun dengan melanjutkan upaya untuk memenuhi hak seluruh pendudukmendapatkan layanan pendidikan dasar sembilan tahun berkualitas untuk menjamin seluruh anak Indonesia tanpa terkecuali dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar sembilan tahun.

Dari arah kebijakan dan strategi bidang pendidikan, keberadaan Raudhatul Athfal tidak disinggung sama sekali, padahal RA telah berkembang seiring kebutuhan masyarakat. Pelayanan yang dilakukan oleh Kementerian Agama terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pra sekolah baru terbatas pada regulasi, kurikulum, bantuan guru, dan sarana yang masih terbatas. Hasil penelitian dari Balai Litbang Agama Jakarta tahun 2018 bahwa penegerian lembaga RA merupakan hal yang sangat mendesak berdasarkan permintaan dari berbagai lapisan masyarakat.

Renstra 2015-2019 secara tidak langsung belum memberikan sentuhan yang berarti bagi perkembangan pendidikan pra sekolah, sedangkan dalam turunan peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama sendiri, terdapat model bagaimana melakukan penegerian madrasah, yang didalamnya juga membahas peningkatan mutu raudhatul athfal, yaitu sebagaimana terdapat dalam Permenag No 14 tahun 2014 tentang penegerian madrasah. Lebih lanjut jika mengacu pada dana pendidikan nasional yang 20% dari APBN kemudian dibagi lagi dengan instansi lainnya, maka dana untuk perbaikan mutu RA sangatlah minim (0,0005%). Ini mengindikasikan ada yang salah dalam merumuskan pendidikan pra sekolah yang ada pada Kementerian Agama, sehingga kebijakan dalam renstra idelanya dilakukan evaluasi.

Lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran Menteri Agama Republik Indonesia 2019-2020 disebutkan bahwa tidak ada visi misi Kementerian yang ada hanya visi dan misi Presiden dan wakil Presiden. Ketiadaan visi dan misi kementerian satu sisi menjadi prencanaan yang sudah dibangun sebelumnya menjadi kurang bermanfaat, bahkan cenderung diabaikan, kecuali yang menyentuh pada aspek-aspek tertentu, seperti haji, dan produk halal, sedangkan terkait peningkatan mutu pendidikan khususnya pendidikan  pra sekolah (RA) tidak disinggung sama sekal, kecuali hanya terkait deradikalisasi dengan pembenahan kurikulum pendidikan yang ada di madrasah dan penataran/pelatihan terkait seleksi guru.

Akan tetapi ada sesuatu yang berbeda terkait Renstra Pendidikan Islam (Pendis) 2020-2024 yang merupakan bagian dari Kemenag dan didalamnya terdapat satuan pendidikan madrasah yang menjadi bidang kajiannya sudah didorong untuk memprioritaskan program-programnya pada aspek mutu, tetapi mutu yang dimaksud juga belum mengarah pada upaya maksimal terhadap penyelenggaraan pendidikan pra sekolah khususnya RA, baik secara kelembagaan maupun dalam hal pen ingkatan kualitas mutu pendidiknya. Justru Renstra Pendidikan Islam 2020-2024 signifikansinya hanya terhadap peningkatan bantuan operasional siswanya dari semula 300.000 menjadi 600.000/siswa/tahun. Hal tersebut setidaknya ada kenaikan dalam bantuan kesiswaan, walaupun yang lainnya belum mendapatkan perhastian secara maksimal.

Berdasarkan temuan Balitbang Agama Jakarta (2014, 2017, dan 2018) kualitas mutu RA memang sudah bisa meningkat dalam hal pemenuhan standar nasional pendidikannya, tetapi tetap saja perolehan akreditasi RA dengan katagori A masih jauh dari harapan, bahkan stake holder terkait justru merespon peningkatan mutu bisa dilakukan dengan keterlibatan peran serta pemerintah secara massif, hal ini juga dalam rangka untuk merespon terhadap munculnya wacana penegerian raudhatul Athfal sebagai kebutuhan masyarakat, maka salah satu opsi penegerian perlu dimasukkan dalam komponen Renstra Kemenag yang baru. Selain itu hal ni didasari oleh respon lembaga raudhatul athfal di 13 Provinsi (Sumatera, banten, Jakarta, dan Jawa Barat) terhadap upaya penegerian lembaga sudah menjadi kebutuhan yang mendesak. 

Selain itu, dalam komponen Renstra Kemenag 2015-2019 idealnya bisa mengakomodir penegerian RA sebagai salah satu instrumen ataupun barometer bagi pendidikan AUD yang tersebar disetiap provinsi. Keberadaan RA negeri nantinya diharapkan mampu membina RA-RA yang ada di sekitarnya. Klausul untuk proses penegerian dalam renstra bisa mengadopsi dengan model satu Provinsi satu RA negeri. Model lainnya adalah berdasarkan jumlah RA terbanyak yang ada pada suatu provinsi di Indonesia, semakin banyak jumlah RA di provinsi tersebut maka prioritas penegerian RA semakin besar, begitu seterusnya sehingga keberadaan RA negerinya dapat ditambah sesuai kebutuhan.

Renstra Kemenag 2015 -2019 sebagai dasar bagi terselenggaranya proses pendidikan pada madrasah, maka memasukkan komponen peningkatan mutu bisa dengan berbagai hal, diantaranya perbanyak kuota akreditasi untuk RA, sebagai bentuk menyeimbangkan kuantitas sekaligus kualitas RA terakreditasi A, sehingga secara nasional persentasenya bisa berubah dari 35% bisa mengarah ke 70% yang terakreditasi, alternative lainnya, yaitu mendudukkan Renstra sebagai patokan yang bisa diubah, disesuaikan dengan tuntutan zaman ataupun kekikinian. Hal ini juga merespon dalam rangka mewujudkan bagaimana RA bisa menyelenggarakan pendidikan yang ramah anak. Bahkan menurut Nugrahana (2018; 103) partisipasi anak mengikuti pendidikan usia dini mengindikasikan terbatasnya aksesbilitas anak dalam memperoleh pendidikan usia dini secara formal.

Renstra dalam perspektif pemerataan kualitas pendidikan menurut Ashley Bunshik et,all (2017) sebagai meta-analisis dari studi yang ada, yang mengidentifikasi kekurangan ini, memungkinkan untuk belajar dari literatur yang ada dan mengembangkan jalan ke depan untuk studi pendidikan pra sekolah ke depannya. Konteks ini lebih lanjut bertujuan untuk menelusuri konten-konten yang terkait dan relevan dengan pendidikan pra sekolah agar bisa dilakukan penelaahan lebih lanjut.

Untuk memperkuat Rencana Strategis, Kementerian Agama sebagai bagian dari pemerintah diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap Renstra 2015 -2019 melaui biro perencanaan maupun biro hukum yang dimilikinya, sehingga ada kebijakan terkait perluasan akses, pembinaan dan peningkatan mutu yang terarah dan terpadu khususnya terhadap RA sebagai pendidikan anak usia dini yang berciri khas Islam. Kebijakan penegerian RA dalam konteks peningkatan mutu pendidikan merupakan langkah strategis Kementerian Agama untuk menaikkan mutu pendidikan anak usia dini sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan ummat Islam di Indonesia. Sedangkan peluang penegerian lembaga RA selain karena adanya dukungan pemerintah, juga karena masyarakat ingin adanya role model terhadap keberadan Raudhatul Athfal yang berstatus negeri, sehingga mampu memberikan stimulus positif terhadap keberadaan RA lainnya yang ada di sekitar RA negeri. Selain itu dengan adanya RA berstatus negeri, maka kontrol pemerintah terhadap manajemen lembaga pendidikan pra sekolah menjadi semakin mudah, dan satu sisi juga bisa menjadi penangkal munculnya pemahaman keagamaan yang radikal pada lembaga RA.

Lebih lanjut klausul penegerian RA sebenarnya bisa menjadi bagian dari Renstra 2015-2019 jika Permenag No 14 tahun 2014 tentang penegerian madrasah mendapatkan prioritas. Lebih spesifik beberapa item dalam PMA tentang klausul penegerian yang mensyaratkan RA harus memiliki luas lahan 1.000m juga sebaiknya dipertimbangkan ulang. Hal ini akan berdampak pada mahalnya harga lahan yang ada di wilayah perkotaan seperti Jakara, Bandung, Medan dan Surabaya yang akan digunakan oleh Raudhatul Athfal. Selain itu, kurangnya jumlah madrasah negeri juga ditunjukkan data EMIS (education madrasah information system) yang tidak sampai menyentuh angka 10% untuk seluruh Indonesia. Keadaan ini berbalik dengan sekolah, dimana sekolah negeri jauh lebih besar dari pada sekolah swasta. Perbedaan status suatu lembaga pendidikan khususnya antara RA dan TK, satu sisi bisa memunculkan adanya kesenjangan mutu walaupun itu bukan salah satunya.

Sejauh ini, anggaran pengembangan madrasah yang didalamnya juga terdapat RA, hanya diperoleh dari anggaran keagamaan. Bahkan dalam perencanaan penganggaran komposisi untuk pendidikan pra sekolah tidak lebih dari 0,0005 dari keseluruhan anggaran yang ada di Kemenag. Minimnya anggaran pemerintah terhadap madrasah berdampak pada kelengkapan sarana pendidikan, fasilitas gedung madrasah, renovasi, dan pengadaan alat penunjang pendidikan menjadi sangat minim.

Problem penganggaran terhadap pendidikan pra sekolah/RA ternyata bukan hanya terjadi pada level pusat (Dirjen Pendidikan Islam) saja, tetapi juga merambah pada mayoritas Kanwil-Kanwil diseluruh Indonesia, bahkan sampai level Kab/Kota. Hal ini sebagai imbas sistem anggaran yang bersifat topdown, jika tidak diiring oleh perancang ataupun ahli anggaran, mustahil Raudhatul athfal mendapatkan porsi anggaran yang signifikan.

Sedangkan IGRA (ikatan guru raudhatul athfal), sebagai wadah aspirasi para tenaga pendidik jenjang pendidikan pra sekolah/RA (raudhatul athfal), dan K3RA (kelompok kerja kepala raudhatul athfal) idealnya bisa berperan dengan mendorong agar stake holder terkait melakukan evaluasi terhadap renstra Kemenag 2015-2019 yang tidak pro terhadap pendidikan pra sekolah. Berdasarkan aktualitas keputusan yang sudah ditentukan aspek proses berada pada katagori high/tinggi, sehingga keberadaan Renstra memang harus segera diupayakan ada perbaikan melalui evaluasi.

Tawaran Desain untuk Peningkatan Mutu Pendidikan Pra Sekolah/RA

Atas dasar pertimbangan diatas, maka desain yang dapat ditawarkan dalam rangka perbaikan mutu pendidikan pra sekolah, maka idealnya ada kesesuaian dnegan Renstra sebagai payung utama pengelola kebijakan. Yaitu seperti terdapat dalam ilsutrasi dibawah

Desain diatas lebih mengarahkan bagaimana agar peningkatan mutu RA bisa semakin sejajar minimal dengan kualitas yang ada di TK, dan adanya pelembagaan RA dengan status negeri, selain dengan penambahan jumlah RA yang terakreditasi serta adanya revisi Renstra kemenag 2015 -2019 sebagai payung hukum bagi implementasi peningkatan mutu madrasah.

Produk akhir yang diharapkan dari evaluasi Renstra yaitu adanya implementasi efektivitas peningkatan mutu pendidikan pra sekolah yang didukung oleh berbagai regulasi yang menaunginya, sekaligus evaluasi renstra diarahkan pada upaya revisi secara khusus pada aspek pendidikan pra sekolah, sehingga resntra kemenag idelanya juga berorientasi pada keberadaan RA. Imbas lebih lanjutnya yaitu akan muncul RA Berkualitas, RA bisa menjadi Benchmark dengan TK, dan meningkatnya jumlah RA terakreditasi. (foto; dok; https://salamislam.com/)

Oleh: Ibnu Salman, Peneliti Muda BLAJ,  Mahasiswa S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta