KORUPSI LAGI, KORUPSI LAGI
KORUPSI LAGI, KORUPSI LAGI
Oleh : H. Abd Kholiq Irfan
(Pengurus Lembaga Dakwah PBNU)
Tahun
demi tahun tingkat korupsi di Indonesia tidak malah menurun. Praktek lacut masih terus berlanjut, namun korupsi semakin meningkat. Laporan Transparency Internasional pada tahun
2022 menunjukkan, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tercatat sebesar 34
poin dari skala 0-100. Angka ini menurun 4 poin dari tahun sebelumnya. Penurunan
IPK ini turut menjatuhkan urutan IPK Indonesia secara global. Tercatat, IPK
Indonesia pada 2022 menempati peringkat ke-110. Padahal pada tahun sebelumnya IPK
Indonesia berada di peringkat ke-96 secara global.
Kejahatan
korupsi di Indonesia memang sudah masuk dalam
katogerikan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Produk hukum untuk
menjerat para koruptor juga sudah dibuat. (1)
UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN,
(2) UU No .31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (3) UU No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (4) UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Kedua atas Undang- Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun pelaku kejahatan ini
seperti tidak jera.
Memasuki
25 tahun reformasi korupsi malah semakin menjadi-jadi. Korupsi menjadi potensialitas kerakusan pribadi. Korupsi menjadi naluri dan
kecenderungan sehari–hari. Korupsi semakin gila dan merajalela di mana- mana
dihampir semua lapisan. Mulai dari pamong
desa sampai pejabat negara, berita tentang pejabat yang di tangkap
selalu menghiasi layar kaca.
Dalam
masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo
tercatat ada lima menteri dari partai politik di borgol Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dijebloskan penjara. Sperti; Idrus Marham
(Golkar), Imam Nahrowi (PKB), Juliari Batubara ( PDIP), Edy Prabowo (Gerindra),
yang teranyar, Jhony G Plate (Nasdem). Belum lagi anggota DPR RI dan DPRD, termasuk
kepala daerah dan pejabat negara yang terjerat korupsi. Akademisi yang
bergelar profesor pun ada yang tersandung korupsi.
Korupsi
memang perbuatan mahajahat yang di
lakukan oleh oknum pejabat yang hatinya super jahat, laknat, nafsu setan, rakus, tamak,
serakah yang telah memperbudak
mentalitas para pejabat dan menumpuk kekayaan pribadi dengan mengorbankan rakyat. Korupsi itu sama
dengan perampok dan maling uang rakyat.
Di era reformasi yang katanya penguat
demokrasi, memberantas KKN, berdirinya lembaga anti raswah (KPK) yang di harapkan
bertindak gagah berani belum
sepenuhnya menunjukan hasil yang
memuaskan. KPK semakin berjalan mundur
belum bisa membabat habis dan
melibas tuntas pejabat yang
korupsi . Mirisnya sekarang
KPK sedang tersandra pelanggaran
Kode Etik pimpinanya, dan sedang berusaha mengajukan perpanjangan masa jabatannya
yang sudah ditetapkan dan diatur undang- undang. Sangat memalukan!
Meskipun
begitu, perang melawan korupsi harus terus dilakukan tanpa henti. Siapapun pelakunya, apapun jabatanya, apapun partainya
tak perlu ada tebang pilih dan kompromi. Harun
Masiku dari PDIP masih melenggang bebas
sampai hari ini. Korupsi mencabik-cabik rasa keadilan publik.
KPK,
Jaksa, Polisi adalah ujung tombak
pemberantasan korupsi. Mereka harus tetap berderap maju. jangan malah terbalik. Perang melawan korupsi
butuh komitmen, istikamah dan integritas tinggi, tidak bisa seenaknya sendiri
dan sesuka hati. Hukuman maksimal yang pantas untuk pelaku korupsi adalah seumur hidup atau hukum
mati, kemudian sita semua aset dan hartanya.
Dalam
ilmu militer berlaku filosofi bahwa
pertahanan terbaik adalah menyerang. Pemberantasan
korupsi perlu dilakukan penegakan secara berintegrasi. Koruptor adalah biang kesengsaraan dan
kerugian keuangan negara, menyerang habis habisan koruptor akan memberikan
bangsa ini memiliki pertahanan yang kukuh dalam melawan koruptor.
Jangan sampai bangsa besar yang “loh jinawi kerto tentrem karyo raharjo” ini terus menerus terjebak dalam kubangan korupsi. Jika otak oknum-oknum pejabat masih edan dan niat jahat masih mengalir dalam setiap nadi penyelenggara negara, kapan rakyat akan sejahtera?!